OPINI
“Mental Miskin” Masyarakat Sulit Dilenyapkan
Ibarat saudara kandung, mental
miskin/merasa diri miskin sudah mendarah daging pada kebanyakan orang dalam
hidup bermasyarakat. Betapa tidak, ketika mendengar adanya bantuan seperti
beras sejahtera/rastra (dulunya raskin) banyak orang dari golongan menengah ke
atas khususnya yang namanya tidak ada dalam daftar penerima manfaat (DPM)
langsung protes dan berkata “ KOK SAYA TIDAK DAPAT, SAYA KAN ORANG MISKIN
“. Dari zaman Indonesia belum merdeka sampai sekarang mental miskin masih ada
dalam diri kebanyakan orang. Siapakah yang dapat mengubah atau melenyapkannya?
Presidenkah? Gubernurkah? Bupatikah? Tokoh Agamakah? Malaikat dari surgakah?
Kesadaran diri sendirilah yang dapat melenyapkan saudara kandung yang namanya
“mental miskin” tersebut.
Berdasarkan data BPS angka kemiskinan
Kabupaten Tolitoli tahun 2011 sebesar 15,03 persen atau sekitar 32.448 ribu
jiwa, tahun 2015 turun menjadi 13,64 persen atau sekitar 30.700 jiwa. Dari data
ini dapat diketahui bahwa orang miskin semakin berkurang, tetapi karena mental
miskin sepertinya orang miskin semakin bertambah banyak.
Yang lagi menimbulkan polemik di tahun
2017 ini adalah turunnya data penerima rastra. Tahun 2017 penerima rastra di
Kabupaten Tolitoli sebanyak 14.888 rumah tangga. Data ini mengalami penurunan
dari tahun sebelumnya yaitu sebanyak 16.542 rumah tangga. Turunnya data
penerima rastra harusnya dinilai positif oleh masyarakat yang berarti
berkurangnya orang miskin di Kabupaten Tolitoli. Sebaliknya angka ini
menimbulkan polemik ditengah masyarakat,
mereka beranggapan bahwa data tersebut salah karena banyak yang berpendapat
orang mampu dapat rastra sedangkan saya orang miskin tidak dapat. Bahkan aparat
pemerintah yang notabene tau dan bahkan ikut terlibat dalam proses verifikasi
dan validasi data juga menyatakan bahwa data salah dan mengkambinghitamkan
suatu oknum tertentu. Terlepas dari benar atau tidaknya mengenai turunnya angka
penerima rastra tersebut, mental miskin yang sudah mendarah daging dalam diri
kebanyakan oranglah yang bertanggungjawab menimbulkan polemik dalam masyarakat
dan harus dilenyapkan sesegera mungkin. Bagaimana caranya? Membangun kesadaran
diri dengan kekuatan keyakinan bahwa kita bukanlah orang miskin yang selalu
mengharapkan uluran tangan dari pihak lain.
Akhirnya, mental miskin bukanlah suatu
hal yang mustahil untuk dilenyapkan. Ibarat film mission imposible, sesulit
apapun permasalahan pasti ada solusinya. Akan tetapi tanpa kesadaran diri yang
tinggi bukan tidak mungkin kota kita akan penuh dengan orang yang menyebut diri
mereka miskin.
(I Made Budi
Hartawan, S.Si,
penulis adalah Kasie
Statistik Sosial
di Badan Pusat
Statistik Kab. Tolitoli)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar