Senin, 29 Mei 2017

MENTAL MISKIN MASYARAKAT SULIT DILENYAPKAN



OPINI

“Mental Miskin” Masyarakat Sulit Dilenyapkan

Ibarat saudara kandung, mental miskin/merasa diri miskin sudah mendarah daging pada kebanyakan orang dalam hidup bermasyarakat. Betapa tidak, ketika mendengar adanya bantuan seperti beras sejahtera/rastra (dulunya raskin) banyak orang dari golongan menengah ke atas khususnya yang namanya tidak ada dalam daftar penerima manfaat (DPM) langsung protes dan berkata “ KOK SAYA TIDAK DAPAT, SAYA KAN ORANG MISKIN “. Dari zaman Indonesia belum merdeka sampai sekarang mental miskin masih ada dalam diri kebanyakan orang. Siapakah yang dapat mengubah atau melenyapkannya? Presidenkah? Gubernurkah? Bupatikah? Tokoh Agamakah? Malaikat dari surgakah? Kesadaran diri sendirilah yang dapat melenyapkan saudara kandung yang namanya “mental miskin” tersebut.

Berdasarkan data BPS angka kemiskinan Kabupaten Tolitoli tahun 2011 sebesar 15,03 persen atau sekitar 32.448 ribu jiwa, tahun 2015 turun menjadi 13,64 persen atau sekitar 30.700 jiwa. Dari data ini dapat diketahui bahwa orang miskin semakin berkurang, tetapi karena mental miskin sepertinya orang miskin semakin bertambah banyak.

Yang lagi menimbulkan polemik di tahun 2017 ini adalah turunnya data penerima rastra. Tahun 2017 penerima rastra di Kabupaten Tolitoli sebanyak 14.888 rumah tangga. Data ini mengalami penurunan dari tahun sebelumnya yaitu sebanyak 16.542 rumah tangga. Turunnya data penerima rastra harusnya dinilai positif oleh masyarakat yang berarti berkurangnya orang miskin di Kabupaten Tolitoli. Sebaliknya angka ini menimbulkan  polemik ditengah masyarakat, mereka beranggapan bahwa data tersebut salah karena banyak yang berpendapat orang mampu dapat rastra sedangkan saya orang miskin tidak dapat. Bahkan aparat pemerintah yang notabene tau dan bahkan ikut terlibat dalam proses verifikasi dan validasi data juga menyatakan bahwa data salah dan mengkambinghitamkan suatu oknum tertentu. Terlepas dari benar atau tidaknya mengenai turunnya angka penerima rastra tersebut, mental miskin yang sudah mendarah daging dalam diri kebanyakan oranglah yang bertanggungjawab menimbulkan polemik dalam masyarakat dan harus dilenyapkan sesegera mungkin. Bagaimana caranya? Membangun kesadaran diri dengan kekuatan keyakinan bahwa kita bukanlah orang miskin yang selalu mengharapkan uluran tangan dari pihak lain.

Akhirnya, mental miskin bukanlah suatu hal yang mustahil untuk dilenyapkan. Ibarat film mission imposible, sesulit apapun permasalahan pasti ada solusinya. Akan tetapi tanpa kesadaran diri yang tinggi bukan tidak mungkin kota kita akan penuh dengan orang yang menyebut diri mereka miskin.

(I Made Budi Hartawan, S.Si,
penulis adalah Kasie Statistik Sosial
di Badan Pusat Statistik Kab. Tolitoli)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Silaturahmi di BPS Kab. Donggala

acara rutin tiap jam 12.00 siang di BPS Kab. Donggala